2.1
Kedatangan Kembali Pihak Asing di Indonesia
2.1.1.
Kedatangan Sekutu di Indonesia
Terbentuknya
Perjanjian Linggarjati tidak dapat dilepaskan dari latar belakang
Internasional. Dalam bulan-bulan terakhir peperangan di Pasifik, oleh Sekutu
diputuskan bahwa yang diutamakan adalah penyerbuan Jepang. Penyerbuan itu
ditugaskan kepada Jenderal Mac Arthur dilepaskan dari tanggung jawabnya atas
sebagian besar dari wilayahnya, antara lain seluruh wilayah Hindi – Belanda ,
yang diserahkan kepada Laksamana Mountbatten, bertanggung jawab atas
Sumatra, ia segera, setelah Jepang menyerah, berniat menjalankan tugasnya. Akan
tetapi Mac Arthur berkeberatan dan minta supaya Mountbatten menunggu sampai
Jepang menandatangani dokumen dokumen penyerahan di Tokyo karena Mac Arthur
khawatir satuan-satuan Jepang akan mengadakn perlawanan sebelum Jepang resmi
menyerah. Para kepala staf Inggris di London setuju dengan Mac Arthur.
Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan pada tanggal 2 September 1945
Tetapi,
pengiriman tentara Inggris ke Indonesia merupakan prioritas sangat rendah dalam
daftar kegiatan Mountbatten. Tentara Inggris baru mendarat di Jakarta pada
tanggal 26 September 1945. Tenggat waktu antara Proklamasi Kemerdekaan dan
kedatangan tentara Inggris satu setengah bulan. Hal ini membawa 3 keuntungan
bagi RI. Pertama, api revolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, memberi
kesempatan kepada republic untuk mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun
kekuatan fisiknya. Ketiga, selama dimarkas besarnya di Kandy, Sri Langka,
Mountbatten mulai menyadari bahwa informasi yang diterimanya dari sumber sumber
Belanda mengenai keadaan di Indonesia sama sekali tidak cocok dengan kenyataan
Van Mook, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, antara lain melaporkan bahwa
kemerdekaan Indonesia di Proklamasikan oleh Panglima Tertinggi Jepang di Jawa
bersama Ir Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945.
2.1.2 Kabinet Beel dan kegagalan Perundingan Hooge
Pada tanggal 17
Mei 1946 “Katholieke Volkspartij” (KVP-Partai Rakyat Katolik) memenangkan
pemilihan umum di Negeri Belanda, kemudian pada bulan Juli 1946 bersama dengan
“Partij van de Arbeid” (Partai Buruh) berkoalisi membentuk pemerintahan. Dr.
Beel ditunjuk sebagai Perdana Menteri.
Sebelumnya,
setelah pendaratan sekutu di Indonesia pada bulan September 1945, van Mook
ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru menggantikan van
Starkenborgh Stachouwer yang mengundurkan diri akibat berbeda pendapat dengan
Logemann, Menteri Daerah Seberang Lautan, yang mengakui nasionalisme di
Indonesia.
Kabinet Beel
kemudian membentuk “Komisi Jenderal” pada tanggal 2 September 1946 dengan
tujuan “sementara dikuasakan menjalankan wewenang-wewenang pemerintah agung
untuk memajukan persiapan-persiapan suatu tertib hukum baru bagi Hindia
Belanda”. Van Mook kemudian menulis surat kepada Menteri Daerah Seberang Lautan
yang baru, Mr.J.A. Jonkman, pada tanggal 7 September 1946 bahwa ini adalah
kesempatan yang ketiga, setelah akhir tahun 1945 dan April 1946, untuk
mengadakan perundingan dengan pihak republik setelah dua perundingan sebelumnya
menghasilkan kegagalan. Bahkan ia mengatakan, “Saya yakin bahwa ini adalah
kesempatan terakhir” (Ide, 1983:34)
Mengenai
pembentukan Uni-Indonesia Belanda bukan terbentuk pada Perjanjian Linggarjati namun
didahului oleh perundingan di HogeVoluwe di Negeri Belanda yang dilaksanakan
pada tanggal 14-25 April 1946, berdasarkan suatu rancangan yang disusun oleh
Sjahrir, Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir II.
Sebelumnya
tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat Perdana Mentri dalam Kabinet
Sjahrir I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda yang
berisi pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan
kesatuan yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakmuran
menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk
waktu terbatas, setelah itu peserta dalam kerajaan dapat menentukan apakah
hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerjasama yang bersifat
sukarela.
Perundingan yang
berlangsung di Hooge Voluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak
konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta Pihak Belanda
tidak tersedia memberikan pengakuan de’facto kedaulatan RI atas Jawa dan
Sumatera tetapi hanya jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang
diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan
Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul
bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
2.2
Perjanjian Linggarajati dan dampaknya bagi Indonesia
2.2.1 Isi
Perjanjian Linggarjati
Seperti
kebanyakan orang tahu Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15
November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan
Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah
adalah Lord Killearn dari Inggris. yang di lakukan di wilaya Linggarjati ini
ber isikan sebagai berikut :
1.
Pengakuan
status de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera oleh Belanda.
2.
Pembentukan
negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).
3.
Pembentukan
Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara.
4.
Pembentukan
RIS dan Uni Indonesia-Belanda sebelum 1 Januari 1949.
Wilayah RIS
dalam kesepakatan tersebut mencakup daerah bekas Hindia Belanda yang terdiri
atas: Republik Indonesia, Kalimantan, dan Timur Besar. Persetujuan tersebut
dilaksanakan pada 15 November 1946 dan baru memperoleh ratifikasi dari Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 25 Februari 1947 yang
ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Negara, Jakarta. (Lapian,1992:98)
2.2.2 Pro dan
Kontra mengenai perundingan Linggarjati di kalangan elit Politik Indonesia
Perjanjian
Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia,
contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia,
dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian
itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan
kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota
Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung
perundingan linggarjati.
Selain itu juga hal
ini membawa dampak kurang baik bagi Sjahrir. Ia dianggap terlalu banyak
memberikan konsensi kepada Belanda terutama oleh anggota partainya sendiri.
Pada akhirnya sebagian besar anggota Partai Sosialis di kabinet dan KNIP pun
menarik dukungan terhadap Sjahrir pada tanggal 26 Juni 1947. Sjahrir
mengembalikan mandat Perdana Menteri kepada Presiden Soekarno keesokan harinya.
(Djoeir,1997:--)
Selain itu juga
ada yang berpendapat bahwa :
1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
2.2.3 Dampak
Perjanjian Linggarjati
Hubungan
Indonesia-Belanda tidak bertambah lebih baik. Perbedaan tafsiran terhadap
pasal-pasal dalam naskah persetujuan Linggarjati menjadi pangkal perselisihan.
Lebih-lebih setiap pihak Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan
senjata. Selanjutnya pada tanggal 27 Mei 1947 pihak Belanda melalui misi
Idenburg menyampaikan nota kepada Pemimpin RI yang harus dijawab dalam 2
minggu. Isi nota tersebut adalah sebagai berikut:
·
Membentuk pemerintahan
peralihan bersama
·
Hendaknya diadakan Garis
Demiliterisasi
·
Perlunya sebagian Angkatan
darat, Laut, dan udara kerajaan Hindu-Belanda tinggal di Indonesia tinggal
indonesia untuk pembangunan suatu pertahanan yang modern.
·
Perlunya pembentukan alat
kepolisian yang dapat melindungi kepentingan dalam dan luar negeri.
Pada tanggal 8
Juni 1947 pemerintah RI menyampaikan nota balasan yang isinya antara lain
sebagai berikut:
·
Dalam masalah politik
Pemerintah RI menyetujui pembentukan Negara Indonesia Timur walaupun tidak
selaras dengan perjanjian Linggarjati
·
Dalam bidang militer
pemerintahan RI menyetujui demiliterisasi antara daerah demarkasi
kedua belah pihak. Keamanan dalam zona Bebas Militer tersebut akan diserahkan
kepada polisi.
·
Mengenai Pertahanan Indonesia
Serikat harus dilakukan oleh tentara nasional Masing-masing sehingga
gendarmerie (pertahanan bersama) ditolak.
Nota balasan
yang disampaikan oleh Syahrir tersebut dianggap terlalu lemah. Akibatnya
semakin banyak partai-partai dalam KNIP yang menentangnya, bahkan partainya
sendiri juga melepaskan dukungannya. Akhirnya Kabinet Syahrir menyerahkan
kembali mandatnya kepada presiden.
Sementara itu
dengan adanya perbedaan penafsiran terhadap isi Perjanjian Linggarjati
itu, pihak Belanda melanjutkan aksinya dengan melakukan Agresi Militer pada
tanggal 21 Juli 1947 pukul 00.00. Dalam waktu singkat Belanda berhasil
menerobos garis pertahanan TNI. Kekuatan TNI dengan organisasi dan
peralatan yang sederhana tidak mampu menahan pukulan musuh yang serba modern.
TNI menyadari bahwa sistem pertahanan linier tidak tepat untuk menghadapi
situasi seperti itu.
2.2.3 Diplomasi jalur Promosi Indonesia
ke Dunia luas
Dalam menghadapi
masalah konflik Indonesia-Belanda maka Indonesia melakukan upaya untuk menarik
dukungan internasional melalui PBB. Perjuangan mencari dukungan internasional
lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan
langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang
Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan
hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam
sidang-sidang PBB. Negara-negara yang mendukung Indonesia antara lain sebagai
berikut. Adapun upaya indonesia tersebut adalah sebagai berikut :
·
Membina hubungan baik dengan
Australia saat pasukan dari negara tersebut terlibat dalam tugas AFNEI.
·
Membina hubungan baik dengan
India yang dimulai dengan mengirimkan bantuan beras sejak bulan Agustus 1946.
·
Membina Hubungan baik dengan
Liga Arab.
·
Mengadakan pendekatan dengan
negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB.
Perjanjian
Linggarjati ini merupakan awal dan menunjukan kesiapan bangsa Indonesia yang
baru merdeka mampu menunjukan diri di muka dunia bahwa mereka siap menghadapi
Belanda dengan berbagai cara baik jalan keras atau diplomasi.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus